Potensi dan Keunggulan Wakaf dalam Pengembangan Industri Properti Indonesia

Posted: Agustus 24, 2010 in Ekonomi Syariah

Hunian yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 28 h dan juga oleh uu no. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman dan uu no. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Akan tetapi, hunian yang layak belum dirasakan oleh setiap warga Indonesia.  Keterbatasan penyediaan rumah dan jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 5,8 juta unit pada tahun 2004 menjadi 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Permukiman kumuh yang semakin meluas pada tahun 2009 diperkirakan menjadi 57.800 Ha dari kondisi sebelumnya yakni 54.000 Ha pada akhir tahun 2004. Mengingat bahwa tingkat kebutuhan rumah dan angka backlog masih cukup besar, dan untuk mencapai target pembangunan perumahan yang terkendala menghadapi tanah (lahan) dan anggaran, maka  perlu dikaji  kemungkinan pemanfaatan aset wakaf, wakaf baik tanah maupun wakaf uang (tunai).

Telah disepakati oleh ulama tentang definisi wakaf bahwa harta benda wakaf tidak boleh diperjualbelikan, tetapi harta benda wakaf (misalnya: tanah) boleh disewakan atau dikomersialkan dalam berbagai cara agar ia dapat menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, diantaranya untuk memacu industri property. Berdasarkan data Kementerian Agama RI 2010,  jumlah tanah wakaf di Indonesia  3.312.883.317,83(3,3 milyar M2) tersebar di 454.635 lokasi. Pemanfaatan tanah wakaf tersebut sebagian terbesar untuk: ibadah (68%), pendidikan (8,51%), kuburan (8,4%) dan lain-lain. Dalam perspektif hukum Islam, yang masih dimungkinkan untuk dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan (properti) dari 3,3 milyar m2 adalah sebesar 14,6% (483,6 juta m2 =48.368,10Ha), karena masuk kategori wakaf mutlak  (umum) dan bukan muqayyad (tertentu). Apabila sebagian  dari jumlah  tersebut dapat dimanfaatkan bagi pembangunan  properti (perumahan), tentu hal tersebut  menjadi potensi  yang cukup besar terutama  untuk pembangunan perumahan  bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan atau masyarakat miskin. Menurut Pengurus BWI yang sekaligus ketua pengurus pusat MES Jafril Khalil, Ph.D mengutarakan kelebihan menggunakan tanah wakaf dalam industry property adalah :
1.    Para pemaju tidak perlu berinvestasi besar terkait dengan tanah.
2.    Uang untuk investasi di tanah bisa dialihkan untuk membangun perumahan.
3.    Harga rumah pasti lebih murah
4.    Tentu saja tingkat penjualan dan penyewaan rumah akan selalu meningkat.
5.    Pengembang bisa mengembangkan pusat perdagangan yang murah

Sedangkan kekurangannya dari segi pengembang adalah:

1.   Tanah tidak bisa dimiliki oleh pembeli, dia hanya bisa menyewa.
2.   Sulitnya mencari tanah yang sangat strategis.
3.   Rumah berbasis wakaf kemungkinan diminati oleh masyarakat menengah kebawah.
4.   Akibatnya pengembang tidak dapat meraih untung besar  dari tanah dan bangunan

Demikian pula dengan wakaf tunai (uang), menurut Ketua Komite Perumahan Rakyat Kadin, Ir. Fuad Zakaria wakaf uang dapat di jadikan modal dengan nilai pokok uang tersebut tetap, praktiknya sudah ada 18 % nazhir yang pernah mempraktekkannya dan 33 % nazhir yang menyatakan bersedia mempraktikkan wakaf uang tersebut. Data diatas menunjukkan bahwa wakaf uang memiliki peluang untuk dikembangkan. Kemudian beliau berasumsi bahwa :

1.    Jika 20 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan, maka terkumpul Rp 24 trilyun,- / tahun
2.    Jika 50 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan, maka terkumpul Rp 60 trilyun,- / tahun
3.    Jika 1 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan maka terkumpul Rp 1,2 trilyun,- / tahun

Potensi wakaf uang dari masyarakat yang begitu besar tersebut dapat lebih dioptimalkan lagi jika disalurkan ke perbankan syariah dan kemudian dijadikan modal untuk pembiayaan perumahan. Sunarwo, Unit Usaha Syariah � PT BTN (Persero) Tbk mengutarakan bahwa wakaf uang yang nantinya disalurkan ke bank syariah merupakan sumber pembiayaan perumahan yang bersifat jangka panjang, guna menghindari terjadinya maturity mismatch bagi perbankan syariah. Dana wakaf uang yang diterima Nazhir dan dititipkan (akad wadiah) pada Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS) dapat diperjanjikan jangka waktunya (misalnya jangka waktunya panjang), sehingga dana tersebut dapat disalurkan oleh Bank Syariah terhadap proyek-proyek tertentu (pembiayaan perumahan dengan jangka waktu relatif panjang). Pengelolaan Dana Wakaf Uang oleh Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS) dapat dilakukan dengan akad Mudharabah Muqayyadah untuk proyek perumahan yang akan disewakan seperti pembangunan Rusunawa (Investasi tidak langsung). Sehingga perlu adanya keringanan Pajak Penghasilan (PPh) atas Bonus atau Bagi Hasil yang diberikan atas dana yang dititipkan atau diinvestasikan pada Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS). Kemudian perlu adanya perlakuan khusus dari Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) atas Dana Wakaf Uang yang dikelola Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS), sehingga Dana Wakaf Uang tersebut tetap utuh apabila terjadi sesuatu atas Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS) serta perlu adanya aturan yang dapat mengatur bahwa Dana Wakaf Uang dapat menjadi dana abadi yang produktif untuk pengembangan proyek perumahan rakyat.

Lebih lanjut Dr. Tito Murbaintoro selaku Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat RI menjelaskan bahwa kemenpera selanjutnya akan  memfasilitasi kerjasama  yang sinergi dengan lembaga-lembaga terkait (terutuma  mengkaji aspek syariah dan regulasinya), agar potensi wakaf (baik tanah maupun uang) yang  besar tersebut dapat direalisasikan, diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum melalui pembangunan rumah bagi MBR dan atau masyarakat miskin serta kurang mampu.

Materi ini didiskusikan dalam acara seminar bulanan masyarakat ekonomi syariah kerjasama antara Masyarakat Ekonomi  Syariah dan Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah yang bertempat di Ruang Serba Guna lantai 6 Menara BTN, Jl. Gajah Mada No.1 Jakarta Pusat pada tanggal 28 Sya’ban 1431 H / 9 Agustus 2010 M dengan pembicara oleh Dr. Tito Murbaintoro (Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat RI), Ir. Fuad Zakaria (Ketua Komite Perumahan Rakyat Kadin), Jafril Khalil, Ph.D (Ketua PP MES-Pengurus BWI), Sunarwo (Unit Usaha Syariah � PT BTN Persero) dan di moderatori oleh Dr. Rahmat Hidayat (Anggota DSN MUI Pusat sekaligus pengurus pusat MES).

Tinggalkan komentar